Bung Karno, presiden Indonesia pertama mempunyai cita-cita luhur demi kebahagiaan bangsa ini menuju negara yang mempunyai martabat di mata bangsa-bangsa lain di dunia ini. Negara ini harus ditata mempunyai system ekonomi yang membuat rakyat merasakan keadilan social bagi bangsa ini. Para pemimpin negara ini dari strata tertinggi sampai strata terendah harus mempunyai hikmat dan bijaksana dalam mengambil keputusan, karena negara ini terdiri dari suku bangsa yang berbeda-beda, keyakinan agama yang berbeda-beda, dan kebutuhan yang berbeda-beda juga, tetapi mempunyai cita-cita sama yaitu persatuan Indonesia.
Negara ini mempunyai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Dengan satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia seharusnya dapat bersatu untuk mewujudkan Indonesia bangsa besar dan bermartabat, tetapi sudah lebih 60 tahun merdeka cita-cita Indonesia bersatu belum kelihatan wujudnya. Berpuluh tahun setelah bangsa ini merdeka dari penjajahan bangsa Belanda, banyak di antara orang per orang bangsa ini masih mempunyai kebanggaan menggunakan bahasa Belanda. Sekarang banyak kemudahan bangsa ini untuk bepergian ke banyak negara lain, kebanggaan beralih, tampaknya bangsa ini bangga menggunakan bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia. Tampaknya bahasa bukan instrument yang berkekuatan untuk mempersatukan bangsa ini. Bahasa adalah bagian dari budaya sebuah bangsa dalam meningkatkan taraf kehidupan ke arah yang lebih baik, seharusnya demikian.
Hari ini aku membaca jajak pendapat yang telah dilakukan oleh sebuah koran terkenal terbitan Jakarta, tentang ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Dari keempat aspek ini, secara umum ternyata hampir 60 persen bangsa ini seperti tidak mempunyai perhatian untuk bangkit membangun negara ini menuju negara yang bermartabat. Bicara tentang budaya, sekitar 40 persen tidak mempunyai perhatian untuk melindungi budaya; lebih 50 persen tidak mempunyai perhatian nilai-nilai budaya unggul, yakni Pancasila; sekitar 45 persen saja yang mempunyai keinginan budaya bangsa menjadi signifikan di dunia internasional. Aspek hukum yang paling menyedihkan, yaitu hampir 100 persen negara ini dipenuhi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme [jadi, hampir sempurna praktek korupsi di negara ini]. Kadang-kadang aku tidak mempunyai rasa bangga terhadap negara ini, tetapi kata orang tua pendiri negara ini, dosa besar tidak bangga pada negara ini, sebab negara ini ada, karena berkat rakhmat Tuhan. Begitu, ya bunyi Piagam Jakarta pada paragraph pertama.
Coba katakan kepadaku, apa saja yang membuat aku bangga terhadap negeri ini? Orang Indonesia tidak berdisiplin di jalan raya dan tidak menghargai pemakai jalan lain. Tidak disiplin di satu tempat biasanya cenderung tidak disiplin di tempat lain, misalnya di tempat pekerjaan. Lihatlah, pada saat lampu merah, seharusnya semua pemakai jalan, yakni motor, mobil, sepeda, dan becak seharusnya berhenti tepat di depan garis putih, sebaliknya di negeri ini, khususnya di Jakarta tidak ada yang peduli terhadap kondisi lampu merah yang sedang menyala, jalan terus. Kalau tokh berhenti, mereka berhenti sudah melewati garis putih atau sampai di tengah diagonal. Mengendarai di jalan yang jelas ada marka, tetapi tetap saja mereka tidak mau dalam posisi antri. Memotong jalan orang dan saling serobot adalah perilaku orang suka jalan pintas tanpa memikirkan orang lain juga menggunakan jalan yang sama. Yang lebih memalukan lagi adalah pelanggar kedisiplinan lalu lintas juga dilakukan oleh apparat polisi dan tentara. Mereka seharusnya memberi contoh kepada rakyat berperilaku disiplin, bukan sebaliknya, mentang-mentang punya power. Perilaku disiplin tidak identik dengan strata pendidikan. Jangan Anda kira orang berpendidikan tinggi otomatis juga disiplin di jalan raya. Omong kosong!!! Pemilik mobil seperti Mercedez-Benz, BMW, Jaguar, atau mobil-mobil mewah lain umumnya mereka berpendidikan tinggi, tetapi banyak dari mereka tidak lebih sopan mengemudi mobil dibandingkan dengan sopir-sopir angkutan umum yang memang kebanyakan lulusan sekolah dasar saja.
Etos kerja bangsa Indonesia juga rendah, pasti banyak yang tidak suka kalau aku katakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pemalas. Lihatlah, banyak orang Indonesia kalau bekerja sambil merokok. Orang yang melakukan suatu pekerjaan sambil merokok, menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan sedikit saja memberi perhatian terhadap pekerjaan yang sedang dihadapinya. Satu batang rokok membutuhkan waktu 20 menit untuk rokok Indonesia, yaitu kretek, rata-rata orang Indonesia merokok 5 batang di tempat pekerjaan, jadi pekerja ini telah menghamburkan waktu sia-sia selama 100 menit atau kira-kira 1 ½ jam. Banyak hal produktif dapat dilakukan di tempat pekerjaan untuk waktu selama 1 ½ jam. Hanya terjadi di Indonesia saja ada istilah hari terjepit nasional disingkat menjadi akronim harpitnas, yaitu jika antara Minggu dan Selasa ada jam kerja dan Selasa adalah hari libur resmi, Senin disebut hari terjepit, maka diliburkan; atau Kamis hari libur resmi nasional, Jumaat disebut hari terjepit, maka diliburkan. Dengan kata lain hari libur yang tidak perlu diadakan. Orang Indonesia juga lebih suka kerja lembur, padahal dapat dikerjakan pada jam kerja biasa. Jika lembur dilaksanakan, pekerjaan diselesaikan hanya 2 – 3 jam saja, selebihnya waktu yang 5 jam tidak ada di tempat kerja. Dasar pemalas. Itulah mental budak.
Bicara tentang ekonomi? Lebih 65 persen industri pertambangan didominasi oleh asing terutama dari Amerika Serikat, lebih 50 persen saham perbankan didominasi oleh asing, dan lebih 70 persen saham industri telekomunikasi dikuasai oleh asing. Jika Bung Karno masih hidup sekarang ini, aku yakin, dia pasti menangis melihat ekonomi negara ini morat-marit salah urus; betapa tidak sedihnya Bung Karno, karena dulu pada dekade 60-an Malaysia yang menjadi musuh konfrontasi Indonesia, justeru sekarang menguasai sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit di bumi Indonesia ini, >> 400 ribu hektar. Memasuki tahun 2011 ada pemain ekonomi baru yang bersiap menancapkan kuku hegemoni ekonomi atas negeri ini, NAGA MERAH dari utara, yakni Cina. Sekarang aku baru mengerti mengapa berpuluh tahun yang lalu Bung Karno pernah mengatakan, bahwa Revolusi Indonesia belum selesai.
Bung ini pernah berkata dalam pidatonya di KTT Asia Afrika tahun 1955, bahwa jika bangsa Indonesia tidak menyiapkan diri untuk mengelola sumber daya alam di negeri ini sebagai kekuatan ekonomi masa depan, kita bangsa Indonesia akan menjadi budak bagi bangsa asing di negeri sendiri. Bung Karno memang bukan seorang nabi, semoga semua perkataannya tidak benar, siapa yang mau menjadi budak bagi bangsa lain, tetapi tanda-tanda kebenaran ucapannya satu per satu tampak menjadi kenyataan yang senyatanya kasat mata. Kita menjadi bangsa yang seperti tidak mempunyai kedaulatan ekonomi, karena sebagian besar sumber daya alam negeri ini memang didominasi oleh kekuatan raksasa ekonomi dunia. Sumber daya alam digali dan dibawa ke negeri pemilik capital, sementara pengangguran di negeri ini semakin meningkat, karena pemilik modal lebih suka membuka industri hilir di negara yang lebih murah upah buruhnya. Revolusi fisik perang kemerdekaan memang sudah selesai, tetapi revolusi lain belum selesai. Revolusi adalah suatu tindakan yang dilakukan secara total dan radikal untuk mengubah suatu keadaan ke arah yang dicita-citakan. Revolusi apa saja itu?
Bangsa Indonesia pernah mengalami penjajahan oleh bangsa Belanda selama 350 tahun. Belanda yang luasnya kurang dari provinsi Lampung, tetapi mampu menjajah Indonesia yang jauh lebih luas dari negeri mereka. Kebodohan dan kemalasan mengkerdilkan pikiran bangsa ini sehingga terbelenggu sebagai budak selama ratusan tahun. Satu per satu kerajaan besar di negeri ini takluk melalui intervensi sistematis Belanda. Orang Belanda juga tahu bahwa bangsa ini punya perangai ingin cepat kaya tanpa kerja keras, maka untuk menaklukkan orang-orang seperti ini Belanda pakai taktik suap. Bangsa yang baru mendapatkan kemerdekaan pastilah mental budak masih melekat di dalam jiwa mereka, yaitu tidak berani bicara, susah diatur, dan masih rendah diri. Well, jika mau menjadi bangsa yang bermartabat di mata bangsa-bangsa lain di dunia, bangsa ini harus percaya diri bahwa kami bangsa yang menjadi tuan di negeri kami sendiri. Mental seperti ini harus dieliminasi secara radikal. Revolusi ini sempat terhenti selama 32 tahun selama pemerintahan Rezim Soeharto di mana orang ini memanfaat kelemahan bangsa ini untuk melanggengkan kekuasaannya. Well, sampai sekarang bangsa kita adalah bangsa yang rendah diri, tidak punya nyali melawan kekuatan ekonomi asing. Kita bukan anti asing, tetapi jadilah tuan di negeri sendiri terhadap kekuatan ekonomi asing. MARI KITA LANJUTKAN REVOLUSI YANG BELUM SELESAI. HBP.
No comments:
Post a Comment