Aku teringat ketika Abdurrahman Wahid masih menjadi presiden Republik Indonesia ke 4, banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat tampak galak terhadap pemerintah dari pihak eksekutif, memberi kesan sangat opposan. Ya, maklum saja angin reformasi masih terasa hembusannya di bumi negeri ini, khususnya di Jakarta. Orang Indonesia pada Mei 1998 di Jakarta, dipelopori oleh kelompok mahasiswa Universitas Trisakti mereformasi pemerintah RI dengan memaksa Soeharto dan rezimnya turun dari gelanggang pemerintahan. Mereka berhasil. Pada era Soeharto semua anggota dewan seperti tunduk diatur oleh presiden ini, yang seharusnya presiden yang harus mengikuti apa maunya dewan sebagai pihak pengontrol pemerintah. Segera setelah Soeharto turun, euphoria sangat memenuhi jiwa bangsa ini, terutama di gedung dewan perwakilan rakyat di Senayan. Kekritisan mereka terkadang berlebihan seperti tidak menghormati orang lain, sampai Mr. Wahid ini menjuluki kelakuan mereka seperti murid taman kanak-kanak.
Itu dulu, cerita masa 10 tahun yang lalu, satu decade reformasi pemerintahan telah berlalu, tetapi hentakan dari reformasi ini tidak terasa lagi bagi bangsa ini. Anggota dewan yang dulu tampak galak, sekarang kelihatan wajah asli mereka, yaitu seperti pernah aku tulis di postingku di blog ini, bahwa opposisi bukan budaya bangsa ini dan mereka juga bukan teman yang baik. Pertemanan mereka penuh dengan kepentingan satu dengan yang lain. Itulah politisi dalam dunia politik mereka. Memang tidak semua politisi itu melakukan permainan kotor, masih ada yang bermoral, sebut saja dulu ada Aberson Marley Sihaloho, Sophan Sophiaan, dan Nurul Arifin, setidaknya belum ada terdengar gossip miring tentang mereka. Di dalam lingkungan pertemanan yang penuh pamrih ini, tidak tertutup kemungkinan ada banyak Yudas-Yudas berkeliaran di dalam gedung dewan ini. Anda tahu siapa itu Yudas? Ia adalah orang yang pernah mengkhianati Yesus Kristus 2000 tahun yang lalu. Kata Yesus, penyesatan itu memang ada, tetapi celakalah yang mengadakannya. Teman yang menyesatkan sesama temannya sendiri di dalam kekotoran ini pastilah ada demi satu agenda tersembunyi yang hanya Tuhan saja yang tahu.
Seharusnya wakil rakyat itu rendah hati dan membela kepentingan rakyat, bukan sebaliknya yaitu mewakili kepentingan partai. “Jangan kau tanyakan kepada negara, apa yang sudah diberikan oleh negara kepadamu, tetapi tanyakanlah kepada dirimu sendiri, apa yang sudah kau berikan kepada negaramu,” kata Presiden AS, John F. Kennedy kepada rakyatnya 48 tahun yang lalu. Pertanyaan ini seharusnya dibalik dan ditujukan kepada semua anggota dewan menjadi demikian, “Jangan kau tanyakan kepada rakyat, apa yang sudah diberikan oleh rakyat kepada negara, tetapi tanyakanlah kepada semua anggota dewan apa yang sudah diberikan oleh semua wakil rakyat kepada rakyat bangsa ini.” Apa yang sudah dipersembahkan oleh politisi-politisi di Senayan untuk rakyat bangsa ini?
Gaji seorang anggota dewan 50 juta rupiah ditambah banyak fasilitas lain, seperti mobil dinas yang cukup mewah, tetapi banyak dari mereka tetap saja tidak merasakan kepuasan dengan yang telah mereka miliki. Mereka tetap saja mencari celah-celah yang ada untuk menilap uang rakyat, untuk urusan yang satu ini setan memberi banyak jalan. Buktinya, sudah berapa banyak politisi anggota dewan telah dikirim ke penjara karena korupsi. Mereka memang kreatif membuat undang-undang, tetapi tidak mau tahu apakah undang-undang yang mereka buat itu berguna untuk rakyat atau tidak. Buktinya banyak juga produk undang-undang yang telah mereka buat, kemudian ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Maklum saja, man, untuk membuat satu produk undang-undang itu ada uang bonusnya yang cukup menggiurkan untuk didiamkan saja, ini memang resmi. Walaupun produk undang-undang telah ditolak oleh MK, tidak masalah, yang penting masing-masing anggota dari suatu fraksi sudah dapat bagian jatah. Pada saat ini, rasanya sulit untuk menjumpai politisi yang tidak bermasalah di Senayan. Mereka membuat rancangan undang-undang belum tentu untuk membela kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pesanan kaum kapitalis, mungkin berasal dari dalam atau dari luar. Buktinya? Sulit untuk dibuktikan, tetapi atmosfirnya terasa sekali. Lihat saja, semakin banyak kepemilikan asing di negeri ini, tentu tidak lepas dari regulasi-regulasi pemerintah yang disetujui oleh dewan.
Berita miring tentang mereka yang suka absent pada saat sidang juga bukan berita isapan jempol, bahkan lebih dari itu, yaitu ada yang meyaksikan video porno pada saat sidang berlangsung dan ada pula yang tertidur ketika sidang sedang berlangsung. Gaji 50 juta rupiah per bulan itu adalah pemberian para pembayar pajak di negeri ini, yaitu rakyat, tetapi mereka kerja tanpa tanggungjawab. Ada juga seorang anggota dewan yang melakukan pelecehan seksual terhadap sekretarisnya di ruang kerjanya di dalam gedung Senayan ini juga. Apakah mereka memikirkan nasib nelayan atau petani yang belum terangkat dari kemiskinan? Apakah mereka memikirkan kaum buruh yang semakin terjepit oleh kebijakan outsourcing? Heeh? Omong-omong, aku ini pernah menjadi kaum buruh. Untuk apa memikirkan nelayan, petani, atau kaum buruh, lebih baik jalan-jalan ke luar negeri dengan alasan studi banding. Jalan-jalan ke luar negeri, enak ya, tidak masalah, karena yang mengongkosi perjalanan pakai uang rakyat. Diam-diam jalan-jalan ke luar negeri dengan alasan studi banding pakai uang rakyat. Tahu begini enaknya menjadi anggota dewan, well, seharusnya sejak dulu aku daftarkan diri menjadi anggota Partai Kambing Hitam atau Partai Blitar Jaya [wah, yang ini mah nama perusahaan transport bis malam].
Politisi Senayan ini juga pernah disibukkan dengan rencana pembangunan gedung baru untuk menggantikan gedung sidang yang lama, sebuah gedung baru berbentuk huruf U terbalik, 36 lantai, dan biaya pembangunan gedung ini diperkirakan 1 T rupiah. Apakah mereka ini sudah tidak peka lagi dengan aspirasi rakyat? Jika satu orang politisi anggota dewan perwakilan rakyat masuk penjara karena perkara korupsi, aku kira itu adalah hal biasa. Namun, jika sudah demikian banyak anggota dewan yang dijebloskan ke dalam penjara karena perkara korupsi, rakyat sudah tidak dapat dibohongi lagi betapa rendahnya mutu anggota dewan perwakilan rakyat negeri ini. Betapa tidak etisnya mereka. Banyak pengamat politik, ekonom, pengamat masalah social, dan masyarakat orang kebanyakan keberatan dengan rencana pembangunan gedung dewan yang baru. Rencana yang tidak populer di telinga rakyat ini akhirnya ditunda sampai waktu yang tidak terbatas. Seorang politisi Senayan dari sebuah partai yang cukup punya nama besar berkata, bahwa blue print pembangunan gedung baru ini sudah lama ada, maka sekarang tinggal pelaksanaannya; jika pembangunannya dibatalkan, beaya yang sudah disiapkan dapat hilang. Hilang kemana, mo? Hilang ke kantong para politisi, yes, yes, yes. HBP.
No comments:
Post a Comment