Best Food
nice food
healty Food

Tuesday, April 12, 2011

Green District of Menteng

Dari sejak jaman Belanda, Kecamatan [district] Menteng telah dikenal lama sebagai wilayah hunian prestisius dan eksklusif di Jakarta Pusat. Pada jaman Belanda tempat ini memang dihuni oleh sebagian besar orang Belanda dan keturunan Belanda. Kemudian ketika semua orang Belanda diharuskan meninggalkan Indonesia oleh Presiden Soekarno pada decade 50, maka bekas hunian mereka ini diambil alih oleh siapa saja yang cepat menempati. Bukan saja sebagai wilayah prestisius dan eksklusif, disamping itu juga sebagai kawasan yang paling hijau dan paling bersih di Jakarta sampai sekarang, karena banyak pohon tanjung ditanam di sini selain ada juga pohon-pohon lain seperti tembesu. Kecamatan ini diberi nama Menteng mungkin dulu di sini banyak ditanam pohon menteng, buahnya berwarna kuning, dan rasanya manis agak asam walaupun sudah matang. Di distrik ini Anda menikmati yang tidak ada di tempat lain di Jakarta, yakni udara segar, sejuk, di mana-mana yang terlihat serba hijau, semua jalan bersih, dan saluran air lancar. Anda mau mencari udara segar dan bersih, Menteng belum ada duplikatnya di Jakarta sampai sekarang. Dan, jangan lupa tempat ini juga relative paling aman di Jakarta, maklum saja karena polisi lebih sering patroli di pemukiman ini dibandingkan dengan tempat lain.

Taman Suropati [Maret 2011]
Kecamatan Menteng meliputi wilayah yang luas terdiri dari 4 kelurahan [subdistrict], yaitu : Gondangdia, Cikini, Menteng, dan Pegangsaan. Batas kecamatan dimulai dari jalan : Wahid Hasyim, MH Thamrin, Latuharhari [lewat bawah viaduct Dukuh], lintasan kereta api Manggarai, sepanjang Kali Ciliwung menuju Jalan Prapatan [Tugu Pak Tani], dan kembali ke Wahid Hasyim. Di kecamatan ini terdapat beberapa bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah pusat, antara lain : Gereja Theresia di Jalan Theresia, Gedung Bappenas di Jalan Diponegoro, Gereja Santo Paulus di Jalan Cimahi, dan Masjid Cut Mutia di Jalan Cut Mutia. “Anak Menteng” atau “Orang Menteng” adalah sebutan yang diberikan oleh orang luar kawasan ini kepada mereka dan kebanggaan mereka. Walaupun banyak orang mempunyai rumah hanya di pinggiran Kecamatan Menteng, sudah cukup menambah nilai kebanggaan bagi mereka. Sama saja dengan orang Wonogiri, sampai di Jakarta mereka selalu saja mengatakan, “Orang S.o.l.o”, padahal dari S.o.l.o menuju Wonogiri jarak kedua kota ini sekitar 60 kilometer.

Gereja Santo Paulus [Maret 2011]
Pada decade 60 ada tiga taman yang menghiasi wilayah ini, yaitu Lembang, Sunda Kelapa, dan Suropati. Disebut Taman Suropati karena nama jalan yang melingkari taman ini adalah Suropati, demikian juga dengan kedua taman yang lain. Jalan Teuku Umar terletak antara Jalan Muhamad Yamin dengan Jalan Suropati, sebelum Jalan Muhamad Yamin belok ke kanan adalah Jalan Lembang tempat Taman Lembang. Taman Sunda Kelapa di sebelah selatan Taman Suropati, di belakang Gedung Bappenas. Pada decade ini aku sering mengunjungi rumah pamanku di Jalan Subang yang bersimpangan dengan Jalan Sunda Kelapa. Mungkin sudah berlalu lebih 40 tahun yang lalu, tetapi semua pohon tanjung di sepanjang jalan ini dan juga di jalan-jalan yang lain di Menteng masih sama seperti yang dulu. Pada umumnya di di kiri dan kanan, di sepanjang jalan perumahan di distrik Menteng ditumbuhi oleh kerimbunan pohon tanjung.

Di Taman Suropati [April 2011]
Orang Belanda membangun rumah demikian memperhatikan keselamatan penghuni orang yang menempati rumah. Sebagian besar rumah di sini menggunakan bahan bakar gas untuk keperluan memasak. Gas yang di pakai pada waktu itu masih berasal dari cokas yang dipanaskan, dipampatkan ke dalam tangki, kemudian didistribusikan ke seluruh Jakarta. Aku ingat, setiap dinding dapur bagian bawah selalu diberi lubang berbentuk persegi panjang ukuran 20x5 cm, fungsinya untuk meloloskan gas jika kemungkinan ada kebocoran instalasi gas. Karena itu, aku belum pernah mendengar cerita, di Menteng ada rumah yang kebakaran disebabkan dari gas bocor. Di Menteng terdapat lapangan sepak bola di Jalan HOS Cokroaminoto, tetapi lapangan ini sudah dibongkar pada jaman pemerintahan Gubernur Sutiyoso dan sudah berubah menjadi taman. Perguruan Cikini yang terletak di Jalan Cikini Raya mengelola sekolah dari SD sampai SMA adalah sekolah papan atas pada masanya, yaitu decade 60, demikian juga dengan SMA Kanisius di Jalan Menteng Raya. Banyak pejabat tinggi level menteri dan gubernur dari era Orde Baru Presiden Suharto sampai rezim sekarang, mereka adalah lulusan sekolah-sekolah ini.     

Di bagian utara Taman Sunda Kelapa, atau di belakang Bappenas, dulu ada sekolah TK dan Sekolah Dasar Kepodang. Seingatku dulu ada dua alat bermain di Taman Sunda Kelapa, seperti wiplang dan ayunan untuk anak-anak, di tengah taman terdapat dua jalan taman yang saling melintang dan ada beberapa tempat duduk. Setiap sore dari pukul 17.00 ramai dikunjungi oleh anak-anak penghuni sekitar taman dan jajanan yang disukai oleh anak-anak pada waktu itu adalah kembang gula dan tahu pong. Disebut tahu pong, karena bagian tengah tahu goreng ini benar-benar kopong atau kosong. Taman ini sudah tinggal kenangan saja, karena sudah berubah menjadi rumah ibadat, yaitu Masjid Taman Sunda kelapa.

Ada banyak nama tempat di Jakarta yang diberi nama Menteng, tetapi tidak semua nama tempat ini berada di wilayah Kecamatan Menteng, seperti Menteng Dalam adalah kelurahan yang berada di Kecamatan Tebet. Tempat pemukiman penduduk ini terletak lebih ke sebelah selatan lagi dari Kecamatan Menteng. Pada decade 60, Barack Obama, Presiden Amerika yang sekarang pernah menjadi penduduk Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet selama 4 tahun, tetapi sekolahnya di Sekolah Dasar Santo Franciscus dari Asissi di Jalan HOS Cokroaminoto. Rumah Barack Obama memang bukan di Kecamatan Menteng, tetapi sekolahnya di Kecamatan Menteng … masih pantaslah kalau disebut “Anak Menteng”. Asal jangan saja disebut “Anak Menteng Pulo”, karena nama Menteng yang satu ini adalah kompleks pekuburan di Jakarta. Bapak Barack Obama menyukai makan bakso, sate ayam, dan nasi goreng.

Kewibawaan Menteng sampai sekarang belum tergeserkan oleh pemukiman lain di Jakarta, walaupun banyak pemukiman mewah bermunculan di Jakarta, seperti Pondok Indah, Permata Hijau, Pantai Indah Kapuk, dan seterusnya. Dapat saja Anda mengatakan, banyak orang kaya atau pengusaha papan atas menghuni di ketiga tempat di atas, tetapi siapa yang menghuni distrik Menteng, itulah yang menunjukkan tempat ini tampak berwibawa. Terbukti masih banyak orang penting, pejabat tinggi, expatriate, kedutaan besar negara asing memilih Menteng untuk pemukiman eksklusif mereka, sebut saja Wakil Presiden Republik Indonesia, Budiono, di depan Taman Suropati, bekas Presiden RI ke 2, almarhum Suharto, di Jalan Cendana, bekas Presiden RI ke 5, Ibu Megawati Soekarnoputeri, di Jalan Teuku Umar, rumah dinas Duta Besar Amerika, di Jalan Diponegoro, beberapa Kedutaan Besar negara asing, antara lain : Inggris, di Jalan Tosari, Jerman, di Jalan Pamekasan, Thailand, di Jalan Imam Bonjol, Filippina, di Jalan Imam Bonjol, Mesir, di Jalan Teuku Umar, dan Italia, di Jalan Diponegoro.

Apakah Anda ingin mencari koleksi barang antik atau barang jadoel? Sebaiknya Anda mencoba untuk melangkahkan kaki ke Jalan Surabaya, mungkin yang Anda cari ada di tempat ini. Jalan Sabang, Jalan HOS Cokroaminoto, atau ke Jalan Cikini Raya, dari sejak jaman doeloe ke 3 tempat ini banyak restoran dan kafe, karena itu jangan lewatkan begitu saja, cobalah singgah, walaupun Anda bukan penghuni kawasan ini. Jalan Gereja Theresia yang dulu lengang, sekarang ada banyak kafe di sepanjang jalan ini dan full house pada akhir minggu, setiap Juma’at dan Sabtu malam.

Yang paling penting, kawasan Menteng hijau ini jangan hanya menjadi symbol prestisius tempat pemukiman, sebaliknya pemerintah provinsi harus menjaga kehijauan wilayah ini secara total. Jangan ada stasiun pengisian bahan bakar umum [SPBU] dan jangan ada pedagang kaki lima di seluruh wilayah ini. Negara Indonesia adalah negara berdaulat, jangan ada larangan bagi warga negara Indonesia memotret di semua taman di Menteng, karena taman adalah fasilitas umum yang dibiayai oleh pembayar pajak di Jakarta. Bangsa Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa berdaulat, kalau mau memotret di taman saja harus dibatasi tempatnya oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia tidak akan memberi previlage kepada bangsa asing lain, hanya demi sebuah taman fasilitas umum, karena kita bangsa yang mempunyai harga diri. HBP.           

No comments:

Post a Comment