Best Food
nice food
healty Food

Saturday, April 23, 2011

Segalau Apa Kita Semua?

Kini, urusan pikiran dan perasaan pun kini dapat menjadi konsumsi publik yang dipublikasikan lewat jejaring sosial. Bagi orang yang memiliki akun twitter, bisa dipastikan bahwa banyak sekali timeline orang-orang berisi kegalauan. Timeline galau ini datang dari berbagai macam tipe orang tanpa mengenal jenis kelamin, usia, maupun pekerjaan. Orang yang di kehidupan sehari-hari terlihat baik-baik saja nyatanya juga mempublikasikan keresahan hatinya. Begitu banyak orang yang baik secara eksplisit maupun implikit menyatakan kegalauan di jejaring sosial menimbulkan satu pertanyaan besar: segalau apa kita semua?

Jika merujuk pada KBBI, galau artinya pikiran yang sedang kacau. Sedangkan secara pengertian menurut ilmu psikologi, “Mental confusion or decreased alertness is the inability to think clearly and quickly. When confused, one has difficulty concentration, paying attention and may feel dizzy or depersonalized. Confusion interferes with ones ability to make decisions clearly and correctly.” - (http://psychology.wikia.com). Apapun pengertiannya, tapi menurut saya inti dari kegalauan adalah ketidakmampuan menghadapi masalah yang dihadapi yang menimbulkan kebingungan dan dilema berkepanjangan.

Menjadi mahasiswa memang rentan dengan kegalauan. Tuntutan umur yang semakin dewasa perlahan menuntut perubahan peran kita di masyarakt dan keluarga : kita bukan lagi si ‘anak kecil’ melainkan orang yang memiliki tuntutan dan tanggung jawab lebih di kelaurga. Kita bukan lagi si anak SMA yang bisa senang-senang tanpa perlu cemas memikirkan akan kerja apa nanti. Kita perlahan menyadari bahwa waktu menimba ilmu semakin tipis, dan ada fear of failure yang besar untuk masa depan. Hal ini juga yang bisa jadi menambah semakin mudahnya mahasiswa menjadi galau karena hal yang terlihat tidak terlalu besar. Di masa ini pula lah kita mulai belajar mengambil decision making besar yang efeknya bisa jadi cukup panjang dan harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambil. Selain itu, padatnya jadwal kuliah disertai dengan segala permasalahan akademis dan non akademis memberi kita sangat sedikit waktu untuk dapat memahami apa yang sebenarnya kita inginkan dan butuhkan. Disitulah, proses galau biasanya muncul.

Faktor penyebab galau bisa jadi sangat bermacam. Pada dasarnya, setiap perubahan yang terjadi dalam hidup pasti selalu disertai oleh proses galau. Perubahan naik tingkat, mendapat tawaran dan jabatan baru, kehilangan orang, semuanya pasti mengacu pada bimbang yang berkelanjutan. Selalu ada pengorbanan dan adaptasi yang harus dilakukan dan selalu akan muncul pertanyaan, “Apakah keputusan saya tepat? Apakah sebanding antara yang saya korbankan dan dapatkan?”

Ditambah lagi, sering sekali terjadi konflik batin antara berusaha tidak melebih-lebihkan masalah karena tuntutan kita yang semakin dewasa. “Bertambah umur seharusnya menjadi semakin kuat. Menjadi dewasa seharusnya menjadi tidak cengeng.” “Bukan saatnya untuk bermanja-manja dengan problem yang dihadapi, karena toh semua orang punya masalah.” Biasanya, pertentangan batin itu lah yang membuat kita cenderung memendam masalah dan hal ini yang memperlama proses galau tersebut.

Walaupun terkesan sepele, galau bisa berakibat negatif dan kronis. Pada jangka pendek, hal yang paling terasa adalah sulitnya berkonsentrasi, tidak fokus, dan kesulitan membuat sebuah keputusan. Hal itu disebabkan karena alertness yang sedang menurun. Pada jangka panjang, dilema dan keresahan yang dibiarkan dan ditumpuk lama-lama menyebabkan depresi serta kelainan psikologis lain. Akhirnya, produktifitas berkurang dan bahkan ada kecenderungan untuk berbuat agresif atau menarik diri dari lingkungan sosial. Maka, memahami apa yang terjadi ketika kita sedang galau adalah hal yang penting.

Tidak Ada Resep Anti Galau

Yang perlu diingat, galau itu hanya gejala. Menyembuhkan galau ya berarti mesti menyembuhkan akar permasalahannya. Sering kali, kemampuan kita untuk menyelesaikan masalah sebenarnya terhambat karena efek samping yang ditimbulkan perasaan galau itu sendiri seperti sulit berkonsentrasi dan mengambil keputusan.

Tidak ada resep anti galau, yang ada hanya resep untuk tidak terlalu larut dalam kegalauan dengan cara mencari distraction. Pada jangka pendek, hal ini biasanya berhasil. Kita masih akan tetap bisa melakukan aktifitas dan kewajiban normal tanpa terhambat perasaan galau ini. Beberapa list distraction saya adalah : olahraga, makan enak, mencari kesibukan, self pampering, dan become addicted to something (apakah itu terhadap serial film tertentu atau permainan). Intinya, alihkan perhatian untuk hal-hal yang menyenangkan diri sendiri, tidak merusak, dan cukup produktif.

Namun, pada jangka panjang, galau itu ibarat luka yang ditutupi. Galau tetap akan terus mengingatkan pada permasalahan sebenarnya. Berusaha memaksakan diri tidak galau dan sok santai, ujung2nya hanya akan menimbulkan denial. Penyangkalan ini tidak akan membawa dampak baik melainkan akan menambah masalah baru di kemudian hari. Untuk itu, dibutuhkan perasaan jujur kepada diri sendiri untuk mengakui bahwa kita memang sedang punya masalah.

Galau itu butuh penyaluran, entah itu dengan menangis (membantu melepaskan hormone stress), mencari dukungan sosial, atau mendekatkan diri pada the higher power . Memiliki social support yang berisi orang-orang yang siap mendengarkan bisa jadi hal paling menolong di saat galau. Semakin kita besar, semakin penting punya orang-orang yang kenal kita luar dalam yang dapat sebagai pendengar yang baik. Bukan untuk memberi solusi, tetapi paling untuk mendengarkan segala perasaan yang kita pendam. Berikutnya, mengekspresikan diri lewat berbagai media yang sesuai juga bisa menjadi cara menyalurkan perasaan. Di era jejaring sosial seperti sekarang, kita juga sangat dimudahkan dalam mengekspresikan diri. Entah itu menyalurkan kegalauan dengan mempublikasikan tulisan, status, video, atau karya apa pun yang bisa menggambarkan how we feel. Pada tahap ini, intinya kita tidak lagi berusaha menyangkal segala masalah melainkan menghadapi kegalauan itu dan menerima bahwa memang sedang ada masalah yang perlu diselesaikan.

Mengakui bahwa diri sendiri sedang labil dan galau tidak lantas berarti kita menjadi kekanak-kanakan dan berlebihan. Justru semakin baik kita memahami apa yang terjadi, maka solusi nya pun akan semakin cepat dicapai. Hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk penyalurannya. Semakin bertambahnya umur, cara penyaluran galaunya yang harus dikontrol agar tidak merugikan diri sendiri dan orang-orang sekitar.

Maka, dari pengalaman saya, hal-hal itulah yang bisa sedikit meringankan ketika kita sedang galau. Mencari distraction (pelarian), menghindari denial (penyangkalan), dan mencari channeling (penyaluran). Pada dasarnya, ketika rasa galau itu sudah bisa teratasi, kita jadi bisa berfikir lebih jernih untuk problem solving akar permasalahannya.

Oh ya, ada satu hal lagi. Tidak selamanya galau itu negatif. Ketika galau, kita jadi banyak berkontemplasi dan mengevaluasi diri. Hal ini biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, namun rasa tidak nyaman ini juga yang mendorong kita untuk mencari sesuatu yang lebih baik di luar sana. Tidak sedikit juga karya-karya besar di berbagai bidang muncul ketika penciptanya sedang mengalami kesedihan atau kebimbangan hidup. Jadi, seburuk-buruknya perasaan yang dirasakan, percaya saja bahwa pada akhirnya hal itu akan membawa pembelajaran baru untuk lebih mengenal diri sendiri.

No comments:

Post a Comment