Best Food
nice food
healty Food

Tuesday, January 19, 2010

In Between

Ada berbagai alasan untuk menulis, dan ada berbagai alasan pula untuk tidak menulis.

Untuk orang yang sejak kecil menjadikan menulis sebagai hobi rutin, saya sangat sadar dengan istilah writer's block, sebuah kebuntuan dalam memproduksi tulisan. Biasanya, hal ini disebabkan memang lagi tidak mood atau tidak ada inspirasi. Beberapa bulan belakangan, saya sering mengalami hal itu. Namun, bukan karena tidak ada inspirasi. Justru terlalu banyak ide yang ingin dituangkan. Banyak sekali hal-hal baru yang terjadi dalam satu semester yang sayangnya tidak sempat saya dokumentasikan dalam bentuk tulisan. Mulai dari pemilu RI sampai feminisme, mulai dari keterlibatan di Pengabdian Masyarakat kampus sampai konsumtivisme, sampai dunia pelajaran teknik sipil yang kelewat menarik untuk dijabarkan satu per satu.

Sebenarnya ada satu hal yang saya amati tentang masalah ini. Semakin kita besar, semakin banyak pertimbangan kita dalam menulis. Ketika waktu kecil, saya bisa dengan sangat impulsifnya menulis tentang apapun. Seiring bertambahnya usia dan wawasan, ada ketakutan bahwa tulisan ini kurang ilmiah, terlalu subjektif, dst. Ada keengganan untuk menulis tentang suatu bidang yang kita pelajari, karena justru kita semakin belajar bidang tersebut, semakin kita sadar bahwa yang kita tahu semakin sedikit.

Contohnya saja, saat SMP saya bisa dengan gampangnya menulis tentang kemacetan hanya berdasarkan 1-2 referensi artikel di koran. Namun sesudah saya kuliah dan mengambil mata kuliah transportasi, ternyata ada jutaan aspek yang belum saya ketahui tentang masalah kemacetan. Dan perasaan 'saya ternyata tidak tahu apa-apa tentang bidang ini' yang membuat resistensi menulis menjadi semakin besar. Dan lantas, berbagai pertanyaan dan kebimbangan pun terus bermunculan.

Apakah saya harus memakai bahasa yang formal layaknya artikel serius di koran?
Apakah saya harus mengecek segala kevalidan data?
Apakah saya harus menunggu sumber yang komprehensif untuk membahas suatu masalah?
Apakah saya harus menulis bidang-bidang spesifik sesuai mata kuliah?
Apakah saya harus menulis dengan bahasa formal seperti karya tulis, terlihat canggih, namun tidak akan dinikmati orang banyak?
Apakah saya harus tetap bertahan dengan gaya bahasa sederhana yang dapat dimengerti tapi terasa kurang advance seiring bertambahnya usia?

Kebimbangan-kebimbangan ini sayangnya tidak solutif. Yang ada, berbagai draft setengah jadi pun terus bertambah, tanpa pernah terselesaikan dan terpublish dengan sempurna. Padahal kalau dipikir-pikir, justru hal ini yang akhirnya jadi dobel merugikan.

Kerugian pertama ada pada diri sendiri. Saya tipe orang yang mesti merangkum dulu untuk memahami sesuatu. Selama ini, menulis membantu saya memahami dan belajar tentang sesuatu. Semakin menunda-nunda untuk menulis tentang suatu topik, semakin terhambat pula kesempatan saya belajar tentang hal tersebut.

Kerugian kedua, saya melewatkan ajang berbagi info dan pengalaman pada orang lain. Info, sekecil apapun, bisa menjadi referensi. Hal sesimpel apapun yang saya tulis, bisa jadi sebuah bantuan untuk orang lain, we never know. Pengalaman sehari-hari yang saya jalani, bisa saja menjadi ide buat orang lain untuk melakukan sesuatu. Jika saat ini saya belum berpenghasilan tetap dan tidak bisa berbagai secara finansial, minimal saya bisa berbagi informasi kan?

Maka, harus ada keinginan untuk sadar untuk jadi tidak seperfeksionis itu dalam menulis. Dan sekali lagi, konsistensi yang luar biasa tinggi.

Toh ujung-ujungnya, ini hanya blog pribadi. Bukan untuk karya tulis. Bukan media komersil. Bukan pula statement negara. Dan biarlah sudut pandang saya berubah seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya wawasan.

The conclusion is... i'll write, then i'll write.

No comments:

Post a Comment