Alasan saya menonton film ini : terpikat oleh trailer nya yang beredar luas di Youtube dan penasaran dengan background ceritanya yang di Arsitektur ITB.
Reaksi saya pas sesudah menonton : film ini tidak seseru trailernya. Alurnya tidak mulus. Banyak adegan yang terkesan loncat-loncat. Selain itu, terlalu banyak adegan simbolis yang maknanya kurang bisa ditangkap oleh penontonnya dan justru membuat orang pengen nyeletuk ‘apaan sih?’. Terlebih lagi, tokoh Anisa yang menye-menye itu sungguh bikin gak sabaran.
Komentar saya beberapa bulan sesudah menonton : film ini sangat bagus. Ini film yang mendistorsi dan mencolek pikiran untuk jangka panjang. Isu tentang perbedaan agama, keberagaman, dan ateisme masih menjadi isu yang sensitif di Indonesia. Tidak terlalu banyak media yang cukup berani mengangkat isu ini ke permukaan. Dan film cin(T)a cukup berhasil mengangkat itu dengan proporsi yang pas untuk anak muda. Membuat kita tergoda untuk bertanya-tanya lagi tentang makna perbedaan agama. Selain itu, dialog-dialog di film ini sungguh brilian dan powerful untuk ukuran film Indonesia. Saya yakin, salah satu kekuatan terbesar film cin(T)a ada pada dialog antar pemainnya. Entah kenapa, menurut saya cin(T)a akan jauh lebih mempesona jika hadir dalam format novel. Di luar segala kekurangan teknisnya, film ini adalah awalan dan pancingan yang pas untuk memulai diskusi yang lebih dalam lagi mengenai filosofi agama.
No comments:
Post a Comment